Alkisah,
seorang tukang kuli bangunan tua yang hendak pensiun dari profesi yang sudah
digelutinya selama bertahun-tahun. Mengingat usianya sudah sangat tua, maka ia
merasa harus menikmati masa tua bersama istri tercinta, anak-anak, cucu dan
orang-orang yang dikasihinya. Namun di sisi yang lain ia tahu bahwa ia akan
kehilangan penghasilan rutinnya, tetapi bagaimanapun ia tetap merasa bahwa
dirinya butuh akan istirahat.
Pada
suatu ketika, yaitu di mana semuanya sudah terpikirkan dan dipertimbangkan
dengan matang dan bijaksana, maka ia pun menyampaikan rencana tersebut kepada
majikannya. Dengan berat hati, merasa sedih dirasakan oleh sang Majikan, sebab
ia akan kehilangan salah satu tukang bangunan terbaiknya, yang tidak diragukan
lagi keahlinya di bidang bangunan. Meskipun demikian, sang Majikan juga tidak
ingin memaksa supaya ia tetap dan harus mempertahankan profesinya. Karena itu,
meskipun berat hati sang Majikan menghargai keputusan salah satu karyawannya.
Dalam
masa-masa yang sama, sang Majikan mengajukan sebuah permintaan terakhir sebelum
akhirnya salah satu karyawannya ini berhenti dan melepaskan statusnya sebagai
salah seorang karyawan terbaik, sang mandor memintanya sekali lagi untuk
membangun sebuah rumah mewah, megah dari kayu terpilih atau bahan bangunan
lainnya yang terbaik dan tahan untuk seumur hidup, dan ini betul-betul
permintahan terakhir kalinya, tegas sang Majikan dengan suara lembut.
Mendengar
permintaan terakhir sang Majikannya itu, maka ia pun mengiakannya. Tetapi kali
ini dengan rasa terpaksa dan berat hati si tukang bangunan menyanggupi
permintaan Majikan. Dalam hati ia berkata, ya tidak apa-apalah, karena ini
untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya ia pensiun. Dengan berat hati,
mengerutu atau penuh dengan sungut-sungut si tukang bangunan ini
mengerjakannya.
Karena
sang Majikan merasa yakin sepenuhnya, maka ia hanya tersenyum kepada salah satu
karyawan terbaiknya ini dan mengatakan: "Kerjakanlah dengan cara dan
keahlian terbaik yang kamu bisa, dan kamu bebas membangun dengan semua bahan
terbaik yang ada." Dengan senyum, si tukang menyembunyikan keterpaksaannya
supaya tidak diketahui oleh sang Majikan.
Keesokan
harinya si tukang pun memulai pekerjaan terakhirnya itu. Karena sang Majikan
sudah percaya sepenuhnya, maka ia tak diawasi oleh seorangpun, termasuk oleh
sang Majikannya. Karena itu, ia bermalas-malasan dan asal-asalan saat
mengerjakannya. Bahkan ia (si tukang) menggunakan bahan-bahan yang tidak
berkualitas, cepat lapuk, bahan-bahan yang seharusnya tidak pantas untuk sebuah
bangunan megah, kokoh dan terlihat mewah. Tetapi karena cat-cat dengan kualitas
terbaik yang digunakannya, maka semua bahan yang berkualitas rendah, kayu yang
mudah lapuk dan bahan-bahan yang mudah membusuk dalam waktu dekat itu tak
tampak sedikitpun.
Seiring
berjalannya waktu, bangunan atau rumah mewah itu pun selesai. Keesokan harinya,
sang Majikan datang untuk memastikan dan memeriksa bangunan mewah yang tidak
lain adalah permintaan terakhirnya. Ketika selesai memeriksa luar dalamnya dan
sang Majikan pun sembari menutup daun pintu depan, kemudian ia berbalik kepada
seorang tukang bangunan yang akan pensiun ini dan berkata, "Ini adalah
rumahmu, hadiah dariku untukmu, semoga kamu dan keluargamu hidup bahagia!"
Mendengar
kalimat sang Majikan di atas, si tukang bangunan ini sangat terkejut dan
merasakan penyesalan yang amat mendalam atas apa yang telah ia lakukan. Dengan
hati yang menyesal ia berteriak dalam hatinya: “kalau saja sejak dari awal aku
tahu bahwa rumah ini akan menjadi milikku, maka aku pasti membangunnya dengan
sungguh-sungguh, menggunakan bahan-bahan terpilih dan menggunakan bahan-bahan
terbaik serta berkualitas tingggi.”
Tetapi
sayang semuanya sudah terlambat dan terjadi. Sekarang, mau tidak mau ia harus
tinggal bersama keluarganya di rumah yang terlihat mewah dan megah dari luar
karena kilapan cat-cat terbaik, tapi sayang di dibalik cat-cat mengkilap itu
hanyalah selimut atas bahan-bahan yang rapuh, mudah lapuk dan mudah busuk. Itu
artinya, ia hanya tinggal menunggu rumah itu rusak dalam jangka waktu dekat dan
menyaksikan hasil perbuatannya sendiri.
Sayang
sekali, karena ketidaksungguhan, berat hati, ketidakseriusan, asal-asalan dan
keterpaksaan ternyata memaksa si tukang bangunan harus memilih cara yang
terburuk, yang mengantarkannya pada penyesalan, serta mengakhiri karirnya
dengan cara yang menyedihkan.
Refleksi!
Sebagian
dari kita saat ini adalah bekerja sebagai salah seorang karyawan pada perusahan
atau lembaga tertentu. Bahkan ada yang sudah mengabdi bertahun-tahun hingga
harus pensiun karena usia lanjut. Ada begitu banyak pekerjaan yang telah kita
lakukan, yang telah kita berikan kepada banyak orang di luar sana untuk melihat
dan menikmati hasilnya. Tetapi pertanyaannya adalah, seberapa banyakkah kita
sudah mengerjakan semuanya itu dengan cara-cara terbaik yang kita miliki,
dengan segenap hati, tanpa sungut-sungut, tanpa berat hati atau keterpaksaan?
Kisah
di atas mengajarkan kepada kita, bahwa selama masih ada waktu, kerjakanlah
segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, yang mendatangkan kebaikan bagi semua
orang dengan hati yang tulus, dengan cara-cara hebat yang telah Tuhan berikan
kepada setiap orang. Karena ada saatnya di mana setiap orang tidak dapat
melakukannya lagi, yaitu ketika maut menjemputnya kelak. Sehingga hidupnya
terasa hambar, tidak memberikan dampak positif apapun dan dilupakan di dunia
ciptaan-Nya.
Sekali
lagi, lakukanlah semua pekerjaan mulia yang dipercayakan Tuhan kepada kita, dan
kerjakanlah semuanya dengan hati yang ikhlas, yaitu seolah-olah hari ini adalah
hari terakhir Anda dan saya untuk berkarya di dunia ciptaan-Nya. Karena
sebenarnya kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik yang akan
datang dalam hidup kita. Dunia ini adalah rumah terbesar yang kita tinggali
bersama keluarga besar, yaitu semua orang yang ada di dalamnya, tetapi tidak
jarang kita melakukan banyak hal yang sia-sia, tidak maksimal, asal-asalan,
bersungut-sungut dan penuh keterpaksaan. Ingat! Jangan sampai Anda dan saya
menyesalinya dikemudian hari, yaitu ketika kita ditanya dan diperhadapkan
dengan Sang Khalik.